Provinsi Jawa Tengah terutama wilayah bagian selatan merupakan salah satu jalur patahan bumi. Hal ini menyebabkan hampir semua wilayah di pulau Jawa terutama bagian selatan termasuk rentan serta rawan akan bencana alam gempa bumi dan tsunami. Secara geografis pantai selatan Jawa Tengah langsung mengarah ke Samudera Hindia. Kecamatan Kemranjen merupakan salah satu daerah yang berada di Kabupeten Banyumas, di mana wilayah kecamatan ini merupakan yang paling selatan di kabupaten tersebut dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap, sehingga menyebabkan daerah tersebut sangat rawan akan bencana baik itu gempa bumi vulkanik yang disebabkan oleh gunung berapi maupun tektonik yang disebabkan patahan lempeng bumi yang berada di jalur laut selatan. Kecamatan kemranjen berjarak sekitar 55 km dari Gunung Slamet yang merupakan gunung berapi aktif hingga saat ini, kemudian dari bibir pantai terdekat yaitu Kecamatan Binangun, Cilacap sekitar 12 km.
Dari kondisi alam tersebut maka diperlukan sosialisasi terkait mitigasi bencana dalam memahami wilayah bencana terkhusus kepada peserta didik, termasuk juga peserta didik di SMA Ma’arif NU 1 Kemranjen yang mana sekolah mereka berada di Desa Sirau, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah di mana mereka mayoritas santri dan bermukim di daerah tersebut yang berada pada lingkaran waspada dan tanggap bencana. Mitigasi (mitigate) berarti Tindakan-tindakan untuk mengurangi bahaya supaya kerugian dapat diperkecil. Mitigasi meliputi aktivitas dan Tindakan-tindakan perlindungan yang dapat diawali dari persiapan sebelum bencana itu berlangsung, menilai bahaya bencana, penanggulangan bencana, berupa penyelamatan, rehabilitasi, dan relokasi. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 131 Tahun 2003, mitigasi atau penjinakan adalah upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana, yaitu meliputi kesiapsiagaan, kewaspadaan, dan berbagai kemampuan. Pembelajaran terkait mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami ini bisa diaplikasikan dalam pemahaman lewat mata pelajaran geografi di sekolah. Sejauh ini upaya dari pemerintah dalam mengimplementasikan dan menerapakan pendidikan kesiapsiagaan bencana bisa kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahu 2008 terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana. Berdasar undang-undang tersebut manajemen kebencanaan terbagi atas bagian pra bencana (di dalamnya meliputi mitigasi), saat bencana, dan pasca bencana.
Dalam melaksanakan ketercapaian kesiapsiagaan tersebut pemerintah melaksanakan Program Sekolah Siaga Bencana (SSB) muali dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Tujuannya tentu saja untuk memberikan pengetahuan kepada peserta didik mengenai pengurangan resiko bencana yang bisa dilakuan secara teoritik maupun pelatihan. Pengetahuan secara teoritik tersebutlah yang kemudian bisa diterapkan dan disisipkan melalui kurikulum pembelajaran lewat beberapa mata pelajaran misalnya saja pelajaran yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Geografi. Penerapan tersebut sudah coba diaplikasikan di SMA Ma’arif NU 1 Kemranjen kepada para peserta didik secara komprenensif dengan menyisipkan dan menyampaikan materi (1) Cinta terhadap lingkungan serta pdeuli terhadap kelestarian alam; (2) Memahami fungsi lahan, teknologi tepat guna, wabah penyakit; (3) Bersahabat dengan alam; (4) Pengetahuan asal muasal serta penyebab bencana; (5) Pengetahuan gempa bumi tektonik dan vulkanik, tsunami, banjir serta yang menjadi penyebabnya.
Dari pembelajaran mitigasi bencana diharapkan peserta didik SMA Ma’arif NU 1 Kemranjen diharapkan memiliki tingkat kesiapsiagaan yang tinggi terhadap bencana alam yang dapat muncul sewaktu-waktu tanpa bisa untuk diprediksi. Kesiapsiagaan itu diharapkan mampu disadari diri sendiri dan kemudian mampu disampaikan kepada orang-orang terdekat terutama keluarga, teman, dan orang-orang terdekat yang berada di lingkungan sekitar mereka. Pembalajaran dalam mapel Geografi dalam kaitannya dengan mitigasi bencana harus haruslah mewadahi fenomena kebencanaan.